Buka Musda IPI Aceh, Edi Yandra: Pustakawan Harus Adaptif di Era Digital

Banda Aceh – Peran pustakawan bukan lagi sekadar penjaga buku, tetapi agen perubahan yang dituntut mampu menjawab kebutuhan informasi masyarakat di tengah gempuran teknologi digital dan media sosial. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, Dr. Edi Yandra, S.STP, M.SP, saat membuka Seminar Nasional dan Musyawarah Daerah (MUSDA) ke-XIV Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Provinsi Aceh, yang berlangsung di Aula Pustaka Wilayah Aceh Banda Aceh, Kamis (31/7/2025).

Menurut Edi Yandra, perpustakaan yang baik tidak cukup hanya memiliki koleksi dan fasilitas, tetapi sangat bergantung pada kredibilitas dan kapasitas pustakawan yang mengelolanya. Pustakawan harus terus meningkatkan kompetensi, meng-upgrade pengetahuan, dan mengikuti perkembangan teknologi serta kebutuhan pemustaka.

“Pustakawan adalah pionir. Mereka harus punya keinginan untuk maju dan senantiasa mau belajar hal-hal baru. Harkat dan martabat perpustakaan sangat bergantung pada kemampuan pustakawan itu sendiri,” tegasnya.

Edi Yandra menambahkan, kemajuan zaman menuntut pustakawan agar tidak lagi sekadar menunggu pengguna datang, tetapi aktif memikirkan informasi apa yang dibutuhkan dan bagaimana menyampaikannya secara tepat. Transformasi layanan perpustakaan, menurutnya, hanya bisa berjalan jika ditopang oleh pustakawan yang berdaya dan melek digital.

“Pustakawan hari ini harus adaptif terhadap media sosial, AI, serta koleksi digital. Mereka harus mampu memanfaatkan ruang-ruang berbagi informasi, menjadi pendamping literasi, sekaligus mitra strategis masyarakat,” katanya.

Edi Yandra juga menyebutkan bahwa Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) sebagai organisasi profesi memiliki peran besar dalam mengembangkan kualitas pustakawan. Ia berharap IPI Aceh dapat menjadi motor penggerak dalam peningkatan kapasitas anggota melalui pelatihan, sertifikasi, serta dukungan terhadap program-program nasional, seperti transformasi perpustakaan dan peningkatan indeks literasi masyarakat.

Seminar dan MUSDA IPI ini juga menjadi momentum penting pasca-ditetapkannya 7 Juli sebagai Hari Pustakawan Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 81/M/2025. Penetapan ini menjadi simbol pengakuan negara terhadap eksistensi profesi pustakawan, yang lahir dari perjuangan panjang komunitas kepustakawanan Indonesia.

Sementara itu Ketua Umum IPI Pusat, T. Syamsul Bahri, SH, M.Si, mengatakan pentingnya kesinambungan organisasi dalam menjaga profesionalisme dan etika pustakawan. Ia menyebut, eksistensi IPI telah diperkuat secara hukum melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM.

“Pustakawan memiliki tanggung jawab profesional untuk memenuhi harapan pemustaka dengan keunggulan kompetensinya. Karena itu, program kerja ke depan harus menjawab tantangan zaman dan mendukung transformasi layanan perpustakaan,” ujar Syamsul.

Ia juga menyampaikan bahwa berkembangnya media sosial seperti YouTube, TikTok, dan WhatsApp membawa tantangan sekaligus peluang bagi perpustakaan. Pustakawan harus mampu mengelola interaksi dan menyebarkan informasi melalui kanal-kanal tersebut, sembari terus menjadikan perpustakaan sebagai pusat berbagi ilmu, pengalaman, dan keterampilan.

Acara tersebut turut dirangkai dengan pelantikan Pengurus Daerah IPI Aceh periode 2025–2028. Hadir dalam kegiatan ini antara lain Ketua PD IPI Aceh Nazaruddin, MLIS, serta Raihan Lubis, Co-Founder perpustakaan alternatif Sophie’s Sunset Library, bersama para pustakawan dari seluruh Aceh.

Share